PENGARUH SIKAP DAN MOTIVASI MASYARAKAT TERHADAP KESADARAN
PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BARANG DAN JASA
(STUDI KASUS DI KELURAHAN DUREN MEKAR KECAMATAN BOJONGSARI KOTA
DEPOK)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu : Angga Hidayat
NIDN : 0426108802
Disusun Oleh:
Afriana Agung Setiawan (2013122496)
Castrida Marbun (2013122246)
Dian Novita Perdana (2013121592)
Hari Setia Pranata (2013121769)
Huriah Badiah
(2013121079)
Malia Pusparisa (2013121193)
PROGRAM
STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
2016
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT.pencipta dan
pemelihara alam ini, yang telah memberikan kepada kita berupa rahmat dan
inayah-Nya yang telah memberikan nikmat yang begitu besar yakni nikmat sehat
sehingga kami dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Pengaruh Sikap dan Motivasi Masyarakat Terhadap Kesadaran
Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa” ini dengan baik. Hanya itulah yang dapat kami ucapkan kepada-Mu. Betapa
besar nikmat yang telah Engkau berikan kepada hamba-Mu. Tiada Tuhan selain
engkau Ya Robbi Semesta Alam. Hanya linangan air mata dan getaran hati setiap
menyebut nama-Mu. Hanya nama-Mu Ya Allah yang selalu ada di hati jiwa dan raga
ini.
Ya Allah terima kasih engkau telah masih
menempatkan diri sebagai jajaran orang yang berakal hingga dapat menggali
dalamnya ilmu. Atas nikmat lahir dan batin yang telah dirasakan serta dengan
qudrat, iradat, rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya yang telah diberikan
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan dan menyusun makalah ini walaupun
dalam penulisannya masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah
kepada junjungan alam baginda Nabi besar, tauladan bagi seluruh umat Rasulullah
SAW. Tak lupa bagi sanak keluarganya, para sahabatnya, para pengikutnya yang
insya Allah kami semua termasuk kedalamnya (aamiin ya rabbal alamin).
Dengan ini kami mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya kepada kami baik moril
maupun spiritual. Semoga atas apa yang diberikan, mendapat balasan yang
setimpal dari Allah SWT.
Kami sebagai penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak tersebut,
yaitu:
1.
Orang tua kami yang telah memberikan motivasi yang sangat besar dalam
menyelesaikan dan menyusun makalah ini.
2.
Bapak Angga Hidayat selaku dosen mata kuliah Metodologi
Penelitian.
3.
Dan seluruh pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan dan
menyusun makalah ini.
Kami mengakui bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, kami mengharap kritik
dan sarannya dari Bapak dosen mata kuliah Metodologi Penelitian dan para
pembaca. Mudah-mudahan bermanfaat, khususnya bagi kami dan umumnya bagi seluruh
pembaca.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Pamulang, 04 November
2015
Kelompok 1
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Penelitian
Pengadaan dana merupakan
masalah yang penting bagi tercapainya tujuan pembangunan nasional. Sumber
pembiyaan berasal dari dalam dan luar negeri. Namun demikian sumber dana dari
dalam negeri lebih diutamakan daripada luar negeri.
Dalam
meningkatkan dana dari dalam negeri, pajak merupakan alternatif yang sangat
potensial. Masalah pajak bukan hanya masalah pemerintah dan pihak-pihak terkait
yang berkaitan didalamnya saja, akan tetapi masyarakat juga mempunyai
kepentingan yang sama untuk mengetahui masalah pajak di Indonesia.
Tarif
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak
maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal, sehingga mudah dalam melaksanakannya. Karena tidak ada penggolongan dengan tarif yang
berbeda.
Pembukuan
yang benar dan lengkap merupakan syarat mutlak pelaksanaan sistem perpajakan di
Indonesia yang berdasarkan “Self
Assessment”, yaitu pemerintah memberikan kepercayaan kepeda Wajib Pajak
(WP) untuk menghitung sendiri besarnya
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutangnya, menyetorkan ke bank persepsi
dan kemudian melaporkan secara teratur ke kantor Pelayanan Pajak dalam bentuk
Surat Pemberitahuan (SPT).
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang mempengaruhi
kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa. Dan adapun
yang menjadi permasalahan penelitian sebagai berikut:
A.
Kesadaran masyarakat
dalam pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa masih rendah.
B.
Sikap dan motivasi
masyarakat dalam pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa masih rendah.
C.
Masih terdapat banyak
kendala-kendala yang dihadapi dalam pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Barang dan Jasa di Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok.
C.
Pembatasan Masalah
Mengingat
keterbatasan waktu dan permasalahan yang dihadapi penulis sangat kompleks dan
luas dalam penulisan skripsi ini, berdasarkan identifikasi masalah maka ruang
lingkup penelitian dibatasi pada poin 1 dan 2 yaitu pengaruh sikap dan motivasi
masyarakat terhadap kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang
dan Jasa.
A.
Sikap
Menurut
Robbins (2001:138) sikap adalah “pernyataan evaluatif ─baik yang menguntungkan
atau tidak menguntungkan─ mengenai objek, orang, atau peristiwa.”
B.
Motivasi
Menurut
Rusdiana (2014:69) motivasi berarti “dorongan, daya penggerak, atau kekuatan
yang terdapat dalam diri organisasi yang menyebabkan organisasi itu bertindak
atau berbuat.”
Menurut Robbins (2001:166) motivasi sebagai “kesediaan untuk mengeluarkan
tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan
oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual.”
C.
Kesadaran
Secara harafiah, kesadaran sama artinya
dengan mawas diri (awareness).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:859) kesadaran adalah “hal yang
dirasakan atau dialami oleh seseorang.”
Kesadaran itu merupakan suatu bagian
terkecil atau tipis dari keseluruhan pikiran manusia. Kesadaran juga bisa
diartikan sebagai kondisi dimana seorang individu memiliki kendali penuh
terhadap stimulus internal maupun stimulus eksternal. Namun, kesadaran juga
mencakup dalam persepsi dan pemikiran yang secara samar-samar disadari oleh
individu sehingga akhirnya perhatiannya terpusat.
D.
Masyarakat
Menurut Prasetya (2011:36) masyarakat
adalah “kumpulan manusia yang hidup dalam suatu daerah tertentu, yang telah
cukup lama, dan mempunyai aturan-aturan yang mengatur mereka, untuk menuju
kepada tujuan yang sama.”
Shadily
(1984:47) menyatakan masyarakat adalah “golongan besar atau kecil terdiri dari
beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan
dan pengaruh-mempengaruhi satu sama lain.”
Kata masyarakat berakar dari
kata dalam bahasa Arab, yaitu “musyarak”.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:635) masyarakat
adalah “sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama.”
Kerangka berfikir Koentjaraningrat (1990:144) masyarakat adalah “memang
sekumpulan manusia yang saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling
“berinteraksi”.”
E.
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut
Harjo (2013:235) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah “pajak tidak langsung
atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang
dilakukan di Dalam Daerah Pabean.”
F.
Tempat
dilakukannya penelitian ini adalah Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari
Kota Depok.
G.
Waktu
penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Desember 2015 hingga
Februari 2016.
H.
Data
yang diambil adalah data yang diperoleh dari realisasi Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) 3 tahun terakhir dan data hasil survei penelitian di Kelurahan Duren
Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok.
D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
judul dan penjelasan yang telah penulis uraikan dalam latar belakang masalah
serta uraian identifikasi masalah yang ada, maka pembahasan akan
dititikberatkan pada masalah pokok yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
A.
Bagaimana
sikap dan motivasi masyarakat dalam membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di
Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok?
B.
Bagaimana
kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kelurahan Duren Mekar
Kecamatan Bojongsari Kota Depok?
C.
Seberapa
besar pengaruh sikap dan motivasi masyarakat terhadap kesadaran pembayaran
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari
Kota Depok?
E.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Bertolak pada rumusan
permasalahan, maka ditetapkan tujuan penelitian
sebagai berikut:
A.
Untuk
mengetahui sikap dan motivasi masyarakat dalam membayar Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) di Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok.
B.
Untuk
mengetahui kesadaran dalam membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kelurahan
Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok.
C.
Untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh sikap dan motivasi masyarakat terhadap
kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kelurahan Duren Mekar
Kecamatan Bojongsari Kota Depok.
2.
Manfaat Penelitian
Setiap
penulisan diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya maupun
yang secara langsung terkait didalamnya.
Adapun
manfaat dari penulisan ini adalah:
1)
Manfaat Teoritis
a.
Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pemikiran, pengetahuan dan gambaran yang lebih jelas mengenai sikap dan
motivasi masyarakat dalam berpartisipasi membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dan sebagai aplikasi penerapan ilmu yang diperoleh selama kuliah di Fakultas
Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Pamulang.
b.
Bagi Universitas Pamulang
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan referensi perpustakaan serta dijadikan sebagai bahan perbandingan
penelitian yang memiliki objek penelitian yang sama.
c.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai tambahan referensi bagi pembaca dalam melakukan penelitian yang
sejenis, sehingga kekurangan dalam penelitian ini dapat dilengkapi.
2)
Manfaat Praktis
Dengan adanya penulisan ini diharapkan dapat
menjadi bahan informasi atau masukan kepala Kelurahan Duren Mekar
Kecamatan Bojongsari Kota Depok mengenai cara membangun kembali motivasi
masyarakat agar lebih meningkatkan kesadarannya dalam membayar pajak, khususnya
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa.
F.
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah gambaran dalam
tinjauan pustaka atas dasar teori-teori yang menjadi landasan dalam penelitian.
Kerangka pemikiran pada intinya berusaha menjelaskan konstelasi hubungan antar
variabel yang akan diteliti. Konstelasi hubungan tersebut idealnya dikuatkan
oleh teori atau penelitian sebelumnya. Untuk mendapatkan sebuah kerangka
berpikir akan suatu hal bukan sesuatu yang mudah, diperlukan suatu pemikiran
yang mendalam, tidak menyimpulkan hanya dari fakta yang dapat terindera, atau
hanya dari sekedar informasi-informasi yang terpenggal. Selain itu diperlukan
sebuah pemikiran yang cerdas dan cemerlang akan setiap informasi yang
dimilikinya dan berupaya dengan keras menyimpulkan suatu kesimpulan yang
memunculkan keyakinan.
Menurut Sekaran (dalam Sugiyono, 2012:60) kerangka berfikir merupakan “model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi
sebagai masalah yang penting.” Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan
tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga
menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel yang diteliti. Sintesa
tentang hubungan variabel tersebut selanjutnya digunakan untuk merumuskan
hipotesis.
Dari bahan dan data yang terkumpul
penulis merumuskan judul yang tepat untuk penelitian ini adalah “Pengaruh Sikap
Dan Motivasi Masyarakat Terhadap Kesadaran Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa (Studi Kasus Di Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota
Depok)”. Variabel yang terkait dimana variabel (X1) menerangkan sikap dan (X2)
menerangkan motivasi masyarakat sedangkan variabel (Y) mengenai kesadaran
pemabayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa.
G.
Hipotesis
Hipotesa
berasal dari penggalan kata “hypo”
yang artinya “di bawah” dan “thesa”
yang artinya “kebenaran”. Menurut Sugiyono (2012:64) hipotesis merupakan “jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, dimana
rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.” Dikatakan sementara karena jawaban yang
diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada
fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis
juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah
penelitian, bukan jawaban yang empiris.
Menurut Hasan (2002:50) hipotesis adalah “proporsi yang masih bersifat
sementara dan masih harus diuji kebenarannya.”
Sekaran (2014:135) berpendapat bahwa hipotesis bisa didefinisikan sebagai
“hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang
diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji.”
Dari
pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap permasalahan yang diteliti sampai terbukti melalui data yang
terkumpul.
Hipotesis
yang diuji diberi symbol Ho (hipotesis nol) dengan alternative H1 dirumuskan
sebagai berikut:
Ho
: P = 0 Sikap dan motivasi masyarakat
tidak berpengaruh terhadap kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Barang dan Jasa.
Hα1
: P ≠ 0 Ada pengaruh signifikan sikap
terhadap kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa.
Hα2
: P ≠ 0 Ada pengaruh signifikan
motivasi terhadap kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan
Jasa.
Hα3
: P ≠ 0 Ada pengaruh signifikan sikap
dan motivasi terhadap kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang
dan Jasa.
H.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan yang telah
disusun bertujuan agar dapat dipahami dan dicerna dengan sempurna oleh penulis
maupun pembaca. Adapun sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima)
bab yang mana satu sama lain saling berurutan dan berkait. Dibawah ini uraian
atau sistematika penulisan laporan skripsi ini antar lain:
Bab
I :
Pendahuluan
a.
Latar Belakang Masalah
b.
Identifikasi Masalah
c.
Pembatasan Masalah
d.
Perumusan Masalah
e.
Tujuan dan Manfaat Penilitian
f.
Kerangka Pemikiran
g.
Hipotesis
h.
Sistematika Penulisan
i.
Kerangka Pemikiran
Bab
II :
Tinjauan Pustaka
Bab
III : Metodologi Penelitian
a.
Jenis Penilitian
b.
Model Penilitian
c.
Populasi dan Sampel
d.
Teknik Pengumpulan Data
e.
Pengolahan dan Analisis data
f.
Operasionalisasi Variabel
Bab
IV :
Hasil dan Pembahasan
Bab
V :
Kesimpulan dan Saran
I.
Pendekatan Data dan Keilmuan
1.
Gambaran Umum Mengenai Pajak
1)
Definisi Pajak
Menurut Soemitro (dalam Mardiasmo, 2011:1) pajak adalah
“iuran rakyat pada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Menurut Brotodiharjo (dalam Waluyo, 2013:2) tentang definisi
pajak menyatakan:
Pajak adalah iuran kepada Negara
(yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung
dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
Sedangkan dilihat dari sudut pandang Seligman (dalam Waluyo,
2008:2) mendefinisikan pajak sebagai berikut:
Tax is compulsary contribution from
the person, to the government to depray and expenses incurred in the common
interest of all, without reference to special benefit conferred.
Menurut Smeets (dalam Waluyo, 2013:2) pajak adalah “prestasi
kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan yang
dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam
hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintahan.”
Selain itu, menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
(dalam Harjo, 2013:4) pajak adalah “kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:715) pajak adalah “hak untuk mengusahakan
sesuatu dengan membayar sewa kepada Negara.”
Menurut Mardiasmo (2011:1) dari definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:
1.
Iuran dari rakyat kepada negara.
2.
Berdasarkan Undang-Undang.
3.
Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang
secara langsung dapat ditunjuk.
4.
Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2)
Fungsi Pajak
Berdasarkan
hal diatas, menurut Resmi (2014:3) pajak mempunyai dua fungsi, yaitu:
1.
Fungsi Sumber Keuangan
Negara (Budgetair)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah
satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, Pemerintah berupaya memasukkan
uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara
ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan
peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.
2.
Fungsi Pengatur (Regularend)
Pajak mempunyai fungsi regularend, artinya pajak sebagai alat
untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan Pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.
Menurut Siahaan (dalam Harjo, 2013:8)
ada dua penerapan fungsi pengatur (regularend),
yalni penerapan fungsi secara positif dan penerapan fungsi secara negatif.
Menurut Harjo (2013:8) tindakan yang
dilakukan Pemerintah dalam rangka penerapan fungsi mengatur secara positif
antara lain dalam bentuk:
1)
Pemberian insentif
perpajakan secara tepat guna bagi pengusaha sebagai cara untuk mendorong
kegiatan investasi;
2)
Pemberian kelonggaran
perpajakan, yang berbentuk pembebasan pajak (tax holiday) dan keringanan pajak;
3)
Memberikan pengecualian
pengenaan pajak pada daerah tertentu;
4)
Memberikan hak kepada
Wajib Pajak untuk melakukan kompensasi kerugian untuk jangka waktu tertentu;
5)
Memberikan hak kepada
Wajib Pajak untuk melakukan restitusi pada kelebihan pembayaran pajak untuk
jangka waktu tertentu;
6)
Memberikan penundaan
pengenaan pajak dalam jangka waktu tertentu, dan
7)
Memberikan pengurangan
pajak.
Menurut Harjo (2013:8) contoh pajak yang
berfungsi sebagai alat pengatur dengan cara yang bersifat negatif adalah
sebagai berikut:
1)
Dalam rangka melindungi
produksi industri di dalam negeri terutama industri dalam skala usaha kecil dan
menengah, Pemerintah menerapkan bea
masuk
yang tinggi bagi produk luar negeri yang masuk ke Indonesia;
2)
Untuk mengurangi
konsumsi minuman keras di dalam negeri, Pemerintah mengenakan pajak yang tinggi
bagi produk minuman keras tersebut;
3)
Untuk mengurangi gaya
hidup konsumtif, Pemerintah menetapkan pajak pada produksi barang mewah
(PPnBM), dan
4)
Untuk mengurangi
kemacetan lalu lintas perlu dibatasi kepemilikan mobil pribadi, Pemerintah
melalui Pemerintah daerah menerapkan pajak progressif bagi kendaraan pribadi ke
dua dan seterusnya.
3)
Hukum Pajak
Menurut Soemitro (dalam Mardiasmo, 2011:4) hukum
pajak mempunyai kedudukan diantara hukum-hukum sebagai berikut:
1.
Hukum
perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
2.
Hukum
publik, mengatur hubungan antara Pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini dapat
dirinci lagi sebagai berikut:
1)
Hukum
Tata Negara
2)
Hukum
Tata Usaha (Hukum Administratif)
3)
Hukum
Pajak
4)
Hukum
Pidana
Dengan demikian, kedudukan hukum pajak merupakan
bagaian dari hukum publik. Hukum pajak hubungan mengatur antara Pemerintah
selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak.
Mardiasmo (2011:5) menyatakan ada 2 macam hukum
pajak, yakni:
1.
Hukum
Pajak Materiil.
Memuat
norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum
yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek pajak),
berapa besar pajak yang dikenakan (tarif pajak), segala sesuatu tentang timbul
dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara Pemerintah dan Wajib Pajak.
Contohnya seperti Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh).
2.
Hukum
Pajak Formiil.
Memuat bentuk
atau tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara
melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat antara lain:
1)
Tata
cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.
2)
Hak-hak
Pemerintah untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai
keadaan, perbuatan, dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
3)
Kewajiban
Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan dan hak-hak
Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding.
Contohnya
seperti ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
4)
Pengelompokkan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:5) pajak dikelompokkan
menjadi:
1.
Menurut
Golongannya.
1)
Pajak
Langsung.
Pajak langsung adalah pajak yang harus
dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain. Contohnya seperti Pajak Penghasilan (PPh).
2)
Pajak
Tidak Langsung.
Pajak tidak langsung adalah pajak yang
pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya
seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2.
Menurut
Sifatnya.
1)
Pajak
Subjektif.
Pajak subjektif adalah pajak yang
berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya dengan mempertimbangkan dan
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP). Contohnya seperti Pajak
Penghasilan (PPh).
2)
Pajak
Objektif.
Pajak obyektif adalah pajak yang
berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP).
Contohnya seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM).
3.
Menurut
Lembaga Pemungutnya.
1)
Pajak
Pusat.
Pajak yang dipungut oleh Pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya seperti
Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM) dan Bea Materai.
2)
Pajak
Daerah.
Pajak yang dipungut oleh Pemerintah
daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri
atas:
a.
Pajak
Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
b.
Pajak
Kabupaten atau Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan.
5)
Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:7) sistem pemungutan pajak
antara lain:
1.
Official Assessment System
Adalah suatu
sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada Pemerintah untuk menentukan
besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya:
1)
Wewenang
untuk menentukan besarnya pajak terhutang yang ada pada Pemerintah.
2)
Wajib
Pajak bersifat pasif.
3)
Hutang
pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Pemerintah.
Contoh pajak
yang menganut sistem ini adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), karena besarnya
pajak yang terhutang dihitung dan ditetapkan oleh Pemerintah melalui Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT).
2.
Self Assessment System
Adalah suatu
sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terhutang. Ciri-cirinya:
1)
Wewenang
untuk menentukan besarnya pajak terhutang ada pada Wajib Pajak itu sendiri.
2)
Wajib
Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang
terhutang.
3)
Pemerintah
tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
Contoh pajak
yang menganut sistem ini adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
3.
With Holding System
Adalah suatu
sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan
Pemerintah dan bukan pula Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan
besarnya pajak yang terhutang oleh si Wajib Pajak. Ciri-cirinya adalah wewenang
menentukan besarnya pajak yang terhutang ada pada pihak ketiga, pihak selain
Pemerintah dan Wajib Pajak.
Contohnya dalam
PPh dimana pemberi kerja, bendaharawan Pemerintah, dana pensiun, dan sebagainya
yang kepadanya diserahi tanggung jawab untuk memotong pajak terhadap
penghasilan yang mereka bayarkan.
Dari 3 sistem pemungutan pajak di atas, Indonesia
merupakan negara yang menganut self
asessment system dimana Wajib Pajak (WP) diminta aktif dalam menghitung,
menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang. Hal ini membuat Wajib
Pajak jadi lebih mandiri dalam menjalankan kewajibannya dan Dirjen Pajak atau Pemerintah
hanya tinggal mengawasinya saja.
6)
Syarat Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2013:2) agar pemungutan pajak
tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
1.
Pemungutan
pajak harus adil (Syarat Keadilan).
Sesuai dengan
tujuan hukum, yakni mencapai kedalian, Undang-Undang dan pelaksanaan harus
adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum
dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam
pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan
keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis
Pertimbangan Pajak.
2.
Pemungutan
pajak harus berdasarkan Undang-Undang (Syarat Yuridis).
Di Indonesia,
pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum
untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya.
3.
Tidak
mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis).
Pemungutan tidak
boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga
tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4.
Pemungutan
pajak harus efisien (Syarat Finansiil).
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus
dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5.
Sistem
pemungutan pajak harus sederhana.
Sistem
pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh Undang-Undang
perpajakan yang baru.
7)
Hambatan Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2013:8) hambatan terhadap
pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi:
1.
Perlawanan
Pasif
Masyarakat
enggan (pasif) membayar pajak, yang disebabkan antara lain:
1)
Perkembangan
intelektual dan moral masyarakat.
2)
Sistem
perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
3)
Sistem
kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2.
Perlawanan
Aktif
Perlawanan aktif
meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan Pemerintah
dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuk perlawanan aktif antara lain:
1)
Tax avoidace,
usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar Undang-Undang.
2)
Tax evasion,
usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar Undang-Undang (menggelapkan
pajak).
2.
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
1)
Dasar Hukum
Dasar
hukum dan ketentuan hukum dan tata cara perpajakan adalah Undang-Undang No. 6
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun
2009.
2)
Wajib Pajak
Menurut
Mardiasmo (2011:23) Wajib Pajak adalah “orang pribadi atau badan, meliputi
pembayaran pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan
perpajakan.”
Direktorat
Jenderal Pajak (2010:1) mendefinisikan Wajib Pajak (WP) adalah “orang pribadi
atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau
pemotong pajak tertentu.”
3)
Kewajiban Dan Hak Wajib Pajak
Kewajiban
Wajib Pajak dalam Mardiasmo (2011:56) antara lain:
1.
Mendaftarkan diri untuk
mendapatkan NPWP.
2.
Melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP.
3.
Menghitung dan membayar
sediri pajak dengan benar.
4.
Mengisi dengan benar
SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas
waktu yang telah ditentukan.
5.
Menyelenggarakan
pembukuan atau pencatatan.
6.
Jika diperiksa wajib:
1)
Memperlihatkan dan
meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarya dan dokumen lain
yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan
bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
2)
Memberikan kesempatan
untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan
guna kelancaran pemeriksaan.
7.
Apabila dalam waktu
mengungkapan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang
diterima, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk menghasilkan, maka
kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh Pemerintah untk keperluan
pemeriksaan.
Hak-hak
Wajib Pajak dalam Mardiasmo (2011:56) antara lain:
1.
Mengajukan surat
keberatan dan surat banding.
2.
Menerima tanda bukti
pemasukan SPT.
3.
Melakukan pembetulan
SPT yang telah dimasukan.
4.
Mengajukan permohonan penundaan
atau pengangguran pembayaran SPT.
5.
Mengajukan permohonan
penundaan dan pengangguran pembayaran pajak.
6.
Mengajukan permohonan
perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak.
7.
Meminta pengembalian
kelebihan pembayaran pajak.
8.
Mengajukan permohonan
penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang
salah.
9.
Memberi kuasa kepada
orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya.
10.
Meminta bukti pemotongn
atau pemungutan pajak.
11.
Mengajukan keberatan
dan banding.
3.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
1)
Pengertian NPWP
Mardiasmo (2011:25)
mendefinisikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai:
Nomor
yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan
yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Setiap Wajib Pajak hanya
mempunyai satu NPWP untuk jenis pajak.
Kerangka
berfikir Nayla (2015:67) tentang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), menyatakan:
Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak, baik
perorangan maupun bentuk badan usaha, sebagai sarana yang merupakan tanda
pengenal untuk menunjukkan identitas dari Wajib Pajak yang bersangkutan. Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) ini, dalam jangka panjang digunakan oleh Wajib Pajak
guna melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan.
Direktorat Jenderal
Pajak (2010:1) mendefinisikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai:
Nomor
yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan
yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Menurut
Lubis dan Djuanda (2010:2) NPWP adalah “identitas tunggal Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakan.”
2)
Dasar Hukum NPWP
Menurut Nayla (2015:68)
kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) oleh Wajib Pajak diatur dalam
peraturan atau dasar hukum sebagai berikut:
1.
Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2.
Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-27/PJ/1995 Tanggal 23 Maret 1995 tentang Jangka Waktu
Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha serta Tata Cara Pendaftaran Wajib
Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
3.
Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-150/PJ/1999 tentang Perubahan KEP-27PJ/1995.
4.
Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-515/PJ/2000 Tanggal 4 Desember 2000 tentang Tempat
Pendaftaran bagi Wajib Pajak Tertentu dan Tempat Pelaporan Usaha bagi Pengusaha
Kena Pajak tertentu.
5.
Keputusan Dirjen Pajak
Nomor KEP-516/PJ/2000 Tanggal 4 Desember 2000 tentang Jangka Waktu Pendaftaran
dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP), serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak.
6.
Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ/2001 Tanggal 21 Februari 2001 tentang Jangka
Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta Pengukuhan dan Pencabutan
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
7.
Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-525/PJ/2000 Tanggal 6 Desember 2000 tentang Tempat
lain sebagai Tempat Terutangnya Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
8.
Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-167/PJ/2003 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-515/PJ/2000 tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib
Pajak Tertentu dan Tempat Pelaporan Usaha bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP)
tertentu.
3)
Fungsi Umum NPWP
Lubis dan Djuanda
(2010:2) menyatakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) memiliki 2 fungsi, antara
lain:
1.
Sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Oleh
karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib
Pajak.
2.
Dipergunakan
untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan
administrasi perpajakan bagi aparatur pajak.
Nayla (2015:72) menyatakan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) memiliki beragam fungsi, antara lain:
1.
Dipergunakan sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal
diri atau identitas Wajib Pajak.
2.
Dipergunakan dalam
proses pelaporan pajak serta untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak
oleh Wajib Pajak.
3.
Dipergunakan untuk
keperluan pengawasan administrasi perpajakan oleh pihak-pihak pengelola pajak
yang terkait.
4.
Dipergunakan untuk
keperluan yang berhubungan dengan pembayaran pajak.
5.
Dipergunakan untuk
memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan.
6.
Dipergunakan untuk
keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan.
7.
Dipergunakan untuk
mendapatkan pelayanan dan instansi-instansi tertentu yang mewajibkan
mencantumkan nomor NPWP dalam pengisisan dokumen-dokumennya.
8.
Dipergunakan untuk
keperluan dalam pelaporan-pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan) masa dan SPT
tahunan.
9.
Dipergunakan untuk
menghindarkan Wajib Pajak dari dikenal sanksi (sesuai peraturan
perundang-undangan perpajakan) yang timbul akibat tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP).
Ada 2 fungsi NPWP menurut Mardiasmo (2006:22),
yaitu:
1.
Sebagai
tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
2.
Untuk
menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi
perpajakan.
Direktorat Jenderal
Pajak (2010:3) menyatakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) memiliki 3 fungsi, yaitu:
1.
Sarana
dalam administrasi perpajakan.
2.
Tanda
pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakan.
3.
Menjaga
ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
4)
Pencantuman NPWP
Menurut
Mardiasmo (2006:22) NPWP harus dituliskan dalam setiap dokumen perpajakan,
antara lain pada:
1.
Formulir
pajak yang dipergunakan Wajib Pajak.
2.
Surat
menyurat dalam hubungan dengan perpajakan.
3.
Dalam
hubungan dengan instansi tertentu yang mewajibkan mengisi NPWP.
5)
Penghapusan NPWP
Menurut
Mardiasmo (2006:23) penghapusan NPWP dilakukan dalam hal:
1.
Wajib
Pajak orang pribadi meninggal dan tidak meninggalkan warisan.
2.
Wanita
kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
3.
Warisan
yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai dibagi.
4.
Wajib
Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
5.
Bentuk
usaha tetap yang karena suatu hal kehilangan statusnya sebagai bentuk usaha
tetap.
6.
Wajib
Pajak orang pribadi lainnya selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang
tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak.
Menurut
Direktorat Jenderal Pajak (2010:6) NPWP dapat dihapuskan, hanya apabila wajib
pajak tersebut sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Misalnya WP
meninggal dunia, dan tidak meninggalkan warisan atau meninggalkan warisan
tetapi sudah terbagi habis kepada ahli warisnya. Contoh lain adalah WP tidak
lagi memperoleh penghasilan atau memperoleh penghasilan dibawah PTKP.
6)
Dasar Format NPWP
Mardiasmo
(2006:24) menyatakan NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit
pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode
Administrasi Perpajakan.
Formatnya
adalah sebagai berikut: XX. XXX. XXX. X- XXX.
XXX
Catatan:
1.
Wajib
Pajak yang tidak diwajibkan mendaftarkan diri apabila memerlukan NPWP, dapat
mendaftarkan diri dan kepadanya akan diberikan NPWP.
2.
Setiap
Wajib Pajak hanya mempunyai satu NPWP untuk semua jenis pajak.
3.
Untuk
perusahaan perseorangan, NPWP atas nama pemiliknya.
4.
Untuk
badan (misalnya PT) yang baru berdiri sebaiknya tetap mempunyai NPWP karena
apabila rugi dapat dikompensasi dengan tahun berikutnya.
4.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
1)
Pengertian PPN
Menurut Harjo (2013:235) Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) adalah “pajak tidak langsung atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan
atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di Dalam Daerah Pabean.”
Nayla
(2015:58) menyatakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah “jenis pajak yang
dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam
penyalurannya dari produsen ke konsumen (khusus untuk barang) atau dari penyedia
jasa konsumen (khusus untuk jasa).”
2)
Subjek PPN
Berdasarkan
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 (dalam Sukardji, 2012:62)
subjek PPN dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
1.
Pengusaha Kena Pajak
(PKP).
2.
Bukan Pengusaha Kena
Pajak (non PKP).
3)
Objek PPN
Menurut Nayla (2015:60)
jenis-jenis objek yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menurut
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, antara lain:
1.
Penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
2.
Penyerahan Jasa Kena
Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
3.
Ekspor Barang Kena
Pajak (BKP) berwujud yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
4.
Ekspor Barang Kena
Pajak (BKP) tidak berwujud yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
5.
Ekspor Barang Kena
Pajak (BKP) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
6.
Pemanfaatan Barang Kena
Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah pabean.
7.
Pemanfaatan Jasa Kena
Pajak (JKP) dari luar daerah pabean didalam daerah pabean.
8.
Impor Barang Kena Pajak (BKP).
4)
Yang Bukan Termasuk Objek Pajak PPN
Menurut
Harjo (2013:241) jenis-jenis objek yang bukan termasuk objek yang dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), antara lain:
1.
Barang hasil
pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
2.
Barang kebutuhan pokok
yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
3.
Makanan dan minuman
yang dibeli atau disajikan di hotel, rumah makan, restoran, warung, dan
sebagainya, baik yang dikonsumsi ditempat
maupun dibungkus.
4.
Bermacam-macam emas
batangan dan surat berharga, serta uang.
5)
Dasar Hukum PPN
Dasar
hukum pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa adalah Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa.
6)
Dasar Pengenaan PPN
Menurut Harjo (2013:246) Dasar Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai (DPP PPN) adalah nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk
menghitung pajak yang terhutang, dapat berupa Harga Jual, Penggantian, Nilai
Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
7)
Perhitungan PPN
Menurut Resmi (2013:27) Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar
pengenaan pajak. Hitungan tersebut diformulasikan sebagai berikut:
PPN = Tarif x Dasar
Pengenaan Pajak (DPP)
Menurut
Nayla (2015:64) untuk semua jenis objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN), tarif
PPN sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Akan tetapi, tarif PPN di
atas tidak meningkat, dalam artian dapat diubah menjadi paling rendah sebesar
5% dan paling tinggi sebesar 15%, yang mana perubahan tarif tersebut harus
mengikuti Peraturan Pemerintah. Sementara, khusus untuk ekspor Barang Kena
Pajak (BKP) berwujud, Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud, dan Jasa Kena
Pajak (JKP) tidak dikenakan tarif sama sekali.
5.
SIKAP (X1)
1)
Definisi sikap
Menurut Robbins (2001:138) sikap adalah “pernyataan
evaluatif ─baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan─ mengenai objek,
orang, atau peristiwa.”
Kerangka berfikir Thrustone
(dalam Widyastuti, 2014:57) sikap merupakan “suatu tingkatan afek, baik itu
bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek-obyek
psikologis.”
Menurut Young (dalam
Widyastuti, 2014:58) sikap merupakan “suatu prediposisi mental untuk melakukan
suatu tindakan.”
2)
Karakteristik Sikap
Menurut Widyastuti (2014:58)
karakteristik sikap adalah:
1.
Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku.
2.
Sikap ditujukan mengarah kepada obyek psikologis atau kategori dalam hal
ini skema yang dimiliki orang menentukan bagaimana mereka mengkategorisasikan
target obyek dimana sikap diarahkan.
3.
Sikap dipelajari.
4.
Sikap mempengaruhi perilaku. Pengukuhan sikap yang mengarah pada satu obyek
memberikan alasan untuk berperilaku mengarah pada obyek itu dengan suatu cara
tertentu.
3)
Komponen Sikap
Menurut Sears (dalam
Widyastuti, 2014:59) komponen sikap terdiri atas:
1.
Komponen kognitif dalam suatu sikap terdiri dari keyakinan sesorang
mengenai obyek tersebut bersifat “evaluatif” yang melibatkan diberikannya
kualitas disukai atau tidak disukai, diperlukan atau tidak diperlukan, baik
atau buruk terhadap obyek.
2.
Komponen perasaan dalam satu sikap berkenaan dengan emosi yang berkaitan
dengan obyek tersebut.
3.
Komponen kecenderungan tindakan dalam suatu sikap mencakup semua kesiapan
perilaku yang berkaitan dengan sikap.
6.
MOTIVASI (X2)
1)
Definisi Motivasi
Menurut
Rusdiana (2014:69) motivasi berarti “dorongan, daya penggerak, atau kekuatan
yang terdapat dalam diri organisasi yang menyebabkan organisasi itu bertindak
atau berbuat.”
Menurut Usman (2010:28) tentang definisi motivasi
menyatakan:
Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan
motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan
mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong
tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:666) motivasi adalah “dorongan yang timbul
pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu
tindakan dengan tujuan tertentu.”
Menurut Robbins (2001:166) motivasi sebagai “kesediaan untuk mengeluarkan
tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan
oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual.”
Dari kedua pengertian
diatas, secara umum penulis menyimpulkan bahwa suatu motivasi
adalah keadaan kejiwaan yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakan. Dan
motivasi itulah yang mengarahkan dan menyalurkan perilaku, sikap dan tindak
tanduk seseorang yang selalu dikaitkan dengan pencapaian tujuan, baik tujuan
organisasi maupun tujuan pribadi masing-masing. Berbagai hal yang biasanya
terkandung dalam berbagai definisi tentang motivasi antara lain adalah
keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dorongan dan insentif. Karena
itulah dapat dikatakan bahwa bagaimanapun motivasi didefinisikan, terdapat tiga
komponen utamanya yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan.
2)
Fungsi Motivasi
Sadirman
(dalam Rusdiana, 2014:71) mengemukakan, pada prinsipnya motivasi mempunyai tiga
fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu:
1.
Mendorong manusia untuk
berbuat, dalam arti motivasi penggerak dari setiap kegiatan yang akan
dikerjakan oleh manusia;
2.
Berfungsi sebagai
penentu arah perbuatan. Dengan demikian, motivasi dapat memberikan arah dan
kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya;
3.
Menyeleksi
perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi untuk mencapai tujuan,
dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
3)
Faktor-faktor yang Mendorong Timbulnya Motivasi
Menurut
Herzberg (dalam Rusdiana, 2014:71) faktor-faktor pendorong (motivation factors) disebut juga sebagai
faktor penyebab kepuasan (satisfier).
Seseorang akan mendapat kepuasan apabila faktor-faktor tersebut dapat dipenuhi.
Adanya kepuasan menambah semangat atau gairah baru untuk melaksanakan suatu
aktifitas. Jika faktor-faktor kepuasan tidak terpenuhi, tidak akan ada
tingkatan gairah dan semangat kerja.
Menurut
Hoy dan Cecil (dalam Rusdiana, 2014:71) motivator utama manusia untuk
melaksanakan aktivitas adalah adanya harapan.
Berdasarkan
uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa setiap individu harus selalu memiliki
motivasi yang tinggi dan konsep diri yang lebih positif dalam menjalani
kehidupan, meskipun konsep diri dan motivasi setiap individu memiliki bentuk
yang berbeda-beda. Dengan motivasi dan konsep diri, setiap aktivitas yang
dijalaninya, baik aktivitas individu maupun aktivitas social, serta semua
kebutuhan dan harapan sebelumnya dapat tercapai. Dengan kata lain, tujuan yang
dicita-citakannya dapat tercapai.
4)
Jenis-Jenis Motivasi
Menurut Usman (2010:29) motivasi
terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1.
Motivasi
Intrinsik
Jenis
motivasi ini timbul sebagau akibat dari dalam diri individu sendiri tanpa ada
paksaan dorongan dari orang lain, tetapi atas kemauan sendiri.
2.
Motivasi
Ekstrinsik
Jenis
motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena
adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi
yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu.
7.
KESADARAN PEMBAYARAN PAJAK (Y)
1)
Definisi Kesadaran
Menurut Utomo (dalam Yulsiati, 2015:4) kesadaran adalah “keadaan mengetahui
atau mengerti.”
2)
Definisi Kesadaran Perpajakan
Utomo (dalam
Yulsiati, 2015:4) menyatakan bahwa kesadaran perpajakan adalah “kerelaan
memenuhi kewajibannya, termasuk rela memberikan kontribusi dana untuk
pelaksanaan fungsi pemerintahan dengan cara membayar kewajiban pajaknya.”
J.
Tim Peneliti
1.
Untuk
kedua Orangtua kami yang tak pernah berhenti memberikan semangat dan dukungan
baik moril dan materi hingga penelitian ini selesai disusun.
2.
Untuk
keluarga besar kami yang senantiasa memberikan do’a dan dukungan.
3.
Untuk
sahabat dan teman-temanku yang tak pernah lelah memberikan dukungan selama
penyusunan skripsi ini.
4.
Untuk
Anisa Ulfah yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.
5.
Untuk
sahabat-sahabat angkatan 2013 Perpajakan 05SAKPD.
K.
Jadwal Kegiatan
Kegiatan penelitian mulai dari pembuatan proposal
sampai dengan penyusunan skripsi ini direncanakan selama 3 bulan dan akan
dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai dengan Februari 2016. Tahapan dan
waktu kegiatan penelitian akan diuraikan pada tabel berikut ini:
Tabel Rencana Waktu dan Tahapan Kegiatan Penelitian
L.
Anggaran
Penelitian skripsi ini
membutuhkan dana sebesar Rp. 8.203.500 dengan rincian sebagai berikut:
1.
Biaya Bahan dan Alat
1)
3 rim kertas A4 80 gram @ Rp 45.000 Rp. 135.000
2)
Alat-alat tulis Rp. 100.000
3)
10 klip kertas @ Rp. 1.000 Rp. 100.000
4)
3 map plastik @ Rp. 4.500 Rp. 13.500
5)
Buku teori dan jurnal Rp.
1.200.000
6)
Gunting, steples, isolasi Rp. 50.000
Jumlah Rp. 1.598.500
2.
Biaya Operasional
1)
Telepon selama 3 bulan penelitian Rp. 700.000
2)
Pengolahan data Rp. 300.000
3)
Analisa data Rp. 300.000
Jumlah Rp. 1.300.000
3.
Biaya Transportasi dan Akomodasi
1)
Transportasi ke lokasi selama 30 hari Rp.
1.500.000
@ Rp. 50.000 (Survei,
Pelaksanaan dan Konsultasi)
2)
Konsumsi responden 50 orang @Rp. 15.000 Rp. 750.000
3)
Akomodasi Rp. 500.000
4)
Konsumsi ujian proposal dan skripsi Rp. 500.000
Jumlah Rp. 3.250.000
4.
Biaya Fotocopy dan Rental
1)
Wi-Fi selama 3 bulan Rp. 300.000
2)
Biaya cetak atau print out Rp. 500.000
3)
Fotocopy kuesioner Rp. 270.000
4)
Fotocopy bahan-bahan kajian teori Rp. 300.000
5)
Fotocopy dan penjilidan proposal Rp. 60.000
@ Rp. 12.000 x 5 eksemplar
6)
Fotocopy dan penjilidan skripsi Rp.
125.000
@ Rp. 25.000 x 5 eksemplar
7)
Biaya tidak terduga Rp. 500.000
Jumlah Rp. 2.055.000
5.
Biaya Wisuda Rp.
1.500.000
Total Biaya Rp. 9.703.500
M.
Pedoman Peliputan Data
Menurut
Sugiyono (2012:137) interview
(wawancara) digunakan sebagai “teknik pengmpulan data apabila peneliti ingin melakukan
studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam
dan jumlah respondennya sedikit atau kecil.”
Kerangka
berfikir Sugiyono (2012:142) kuesioner
(angket) merupakan “teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya.”
Hadi
(dalam Sugiyono, 2012:145) mengemukakan bahwa observasi merupakan “suatu proses
yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan
psikologis.”
N.
Metodologi Penelitian
1.
Jenis Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan kegunaan tertentu. Cara
ilmiah berarti kegiatan ilmiah ittu didasari pada ciri-ciri keilmuan, rasional,
empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan
dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia.
Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia,
sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan.
Sistematis berarti proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan
langkah-langkah tertentu yang bersifat logis dan berkesinambungan atau
berurutan.
Jenis penelitian ini adalah assosiatif
kausal, dimana terjadi hubungan sebab akibat diantara kedua variabel bebas dan
variabel terikat. Penelitian ini berguna untuk mengukur hubungan antara
variabel riset atau berguna untuk menganalisis bagaimana satu variabel
mempengaruhi variabel lain. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
sikap dan motivasi masyarakat sebagai variabel bebas (X) terhadap kesadaran
pembayaran pajak sebagai variabel terikat (Y).
2.
Model Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif, menurut
Sugiyono (2013:11):
Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada
umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen
penellitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan
untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Sedangkan sifat dari penelitian ini
yaitu assosiatif. Menurut Sugiyono (2012:55) penelitian assosiatif berkaitan dengan pengkajian
fenomena secara lebih rinci dan bersifat menanyakan hubungan antara dua
variabel atau lebih. Penelitian assosiatif menangkap ciri khas suatu objek,
seseorang atau suatu kejadian pada waktu data dikumpulkan dan ciri khas
tersebut mungkin berubah dengan perkembangan waktu.
3.
Populasi dan Sampel
1)
Populasi
Menurut Sugiyono (2012:80) populasi adalah “wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1991:782) populasi adalah “sekelompok orang, benda, atau hal yang menjadi sumber
pengambilan sampel, yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan
masalah penelitian.”
Menurut Kountur (2007:145)
populasi adalah “suatu kumpulan menyeluruh dari suatu objek yang merupakan
perhatian peneliti. Objek penelitian dapat berupa makhluk hidup, benda, sistem
dan prosedur, fenomena dan lain-lain.”
Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi
juga objek dan benda-benda alam yang lain. Adapun populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh masyarakat tetap di
Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok.
2)
Sampel
Menurut Sugiyono (2012:81) sampel adalah “bagian dari jumlah dan karakterisitik
yang dimiliki oleh populasi tersebut.” Bila populasi besar, maka peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, karena keterbatasan dana,
tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari
populasi tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1991:872) sampel adalah “bagian dari populasi statistik yang cirinya
dipelajari untuk memperoleh informasi seluruhnya.”
Apa yang dipelajari dari sampel itu,
kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang
diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili). Penentuan
sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Sampling Quota. Metode Sampling
Quota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai
ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.
4.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan, menyusun dan
menganalisis data serta informasi yang didapat sesuai dengan masalah, maka
penulis melakukan penelitian dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1)
Riset Kepustakaan (Library Research)
Penelitian ini dilakukan untuk
memperoleh landasan teoritis, yaitu memperoleh pengetahuan secara teoritis
dengan membaca literature, text book, majalah dan karya tulis
lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga data tersebut
dapat digunakan untuk mengadakan pendekatan teoritis terhadap data yang
diperoleh dari penelitian lapangan.
2)
Studi Lapangan (Field Research)
Yaitu
suatu penelitian yang dilakukan secara langsung pada perusahaan yang menjadi
objek penelitian untuk memperoleh data primer. Data primer diperoleh melalui:
a.
Interview
(Wawancara) yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan
objek penelitian.
b.
Kuesioner
(Angket) yaitu daftar pertanyaan yang disiapkan oleh penulis berupa formulir
yang diajukan secara tertulis kepada para narasumber yang terkait dengan objek
penelitian.
c.
Observasi
yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung di lapangan
terhadap objek yang diteliti. Objek yang diteliti adalah sikap dan motivasi
masyarakat. Data yang dihasilkan dari observasi ini dilakukan untuk memperoleh
gambaran nyata mengenai sikap dan motivasi masyarakat terhadap kesadaran
pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan dapat juga dijadikan alat untuk
memvalidasi jawaban yang diperoleh dari jawaban kuesioner.
5.
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan setelah
data dari seluruh responden atau data dari sumber lain terkumpul, kegiatan
dalam analisis data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dari seluruh
responden dan menyajikan data setiap variabel yang diteliti. Metode yang
digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1)
Analisis Deskriptif Kualitatif
Penulis melakukan analisis mengenai
informasi-informasi dan data yang berhasil diperoleh baik yang dilkakan dengan
observasi. Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah pengaruh
sikap dan motivasi masyarakat terhadap kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) barang dan jasa.
2)
Analisis Statistik
Pengujian data hipotesis merupakan suatu
cara dalam statistik untuk menguji anggapan yang masih bersifat sementara sehingga
dapat ditarik kesimpulan statistik mengenai diterima atau ditolaknya hipotesis.
6.
Operasionalisasi Variabel
Variabel
penelitian menurut Sugiyono (2012:38)
adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.
Menurut Sekaran (2014:115) variabel adalah “apa pun yang dapat membedakan
atau membawa variasi pada nilai.”
Sementara itu,
operasionalisasi variabel adalah suatu cara untuk mengukur suatu konsep atau
bagaimana caranya sebuah konsep harus diukur yang terdapat variabel bebas dan
variabel terikat. Dalam penelitian ini
ada dua variabel yang digunakan, yaitu sikap dan motivasi masyarakat sebagai
variabel bebas (X) dan kesadaran pembayaran pajak sebagai variabel terikat (Y).
O.
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1991). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Direktorat
Jenderal Pajak. (2010). Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan Seri KUP. Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan
Humas. Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Harjo,
Dwikora. (2013). Perpajakan Indonesia
Sebagai Materi Perkuliahan di Perguruan Tinggi. Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Kountur, Ronny. (2007). Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis.Jakarta: PPM.
Lubis,
Irwansyah., & Djuanda, Gustian. (2010). Review
Pajak Orang Pribadi dan Orang Asing. Jakarta: Salemba Empat.
Mardiasmo.
(2006). Perpajakan Edisi Revisi 2006.
Yogyakarta: ANDI.
Mardiasmo.
(2011). Perpajakan Edisi Revisi 2011.
Yogyakarta: ANDI.
Nayla,
Aktifa. P. (2015). Panduan Lengkap dan
Praktis tentang Pajak dan UKM. Yogyakarta: Laksana.
Prasetya,
Joko Tri. (2011). Ilmu Budaya Dasar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Resmi,
Siti. (2013). Perpajakan: Teori dan Kasus
Edisi 6 Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Resmi,
Siti. (2014). Perpajakan: Teori dan Kasus
Edisi 8 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Robbins,
Stephen P. (2001). Perilaku Organisasi:
Konsep, Kontroversi, Aplikasi Edisi Kedelapan. Jakarta: PT. Prenhallindo.
Rusdiana,
A. (2014). Kewirausahaan (Teori dan
Praktik). Bandung: CV. Pustaka Setia.
Sekaran, Uma. (2014). Metodologi
Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Shadily,
Hassan. (1984). Sosiologi Untuk
Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT. BINA AKSARA.
Soelaeman,
Munandar. (2008). Ilmu Sosial Dasar:
Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sugiyono.
(2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: CV. Alfabeta.
Sugiyono.
(2013). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods).
Bandung: CV. Alfabeta.
Sukardji,
Untung. (2012). Pokok-Pokok Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) Indonesia Edisi Revisi. Depok: PT. Rajagrafindo
Persada.
Usman,
Uzer. (2010). Menjadi Guru Professional.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Waluyo.
(2008). Perpajakan Indonesia Edisi Revisi
2008. Jakarta: Salemba Empat.
Waluyo.
(2013). Perpajakan Indonesia Edisi Revisi
2013. Jakarta: Salemba Empat.
Yulsiati, Hanny. (2015). Analisis
Pengaruh Sikap, Kesadaran, Wajib Pajak, Pengetahuan Perpajakan dan Pemahaman Peraturan
Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan
Bangunan di Kecamatan Kemuning Kota Palembang. Jurnal Akuntanika, No.1,
Vol.2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar